Jumat, 21 Agustus 2009

Yang Menyentuh dari I Can (Not) Hear Part I

BERSAMA Mama, saya membawa Gwen untuk tes pendengaran di sebuah rumah sakit tua di daerah Sheung Wan. Hari itu, Gwen akan mengalami tes ABR (Auditory Brainstem Response) untuk melihat grafik respon otak saat diberi bunyi. Begitu memasuki ruang tunggu rumah sakit itu, bau sumpek langsung menyergap hidung saya. Tak ada jendela di sana sehingga sinar matahari tak bisa menembus masuk. Hanya lampu neon yang sudah mulai buram yang menerangi ruangan itu. Dinding yang sudah memudar warnanya itu dibiarkan kosong tanpa hiasan apa pun.

Saya dan Mama duduk di kursi panjang yang terbuat dari kayu yang kelihatan berdaki. Di seberang kami ada dua orang wanita paruh baya yang sedang bercakap-cakap dan satu orang pria tua yang juga sedang menunggu. Kedua wanita itu bicara dengan suara yang sangat keras tak terlalu abai dengan situasi di sekeliling mereka.

Ketika kami duduk, salah satu wanita tua yang berambut pendek dan penuh uban mulai memperhatikan kami. Wajahnya kelihatan bertanya-tanya. Setelah beberapa saat akhirnya keluar juga pertanyaan yang ada di benaknya.

“Anda mau tes pendengaran?”tanyanya kepada Mama.
“Iya,” jawab Mama.
“Apakah pendengaran Anda kurang baik?’ tanya wanita tua itu, lagi-lagi dengan volume suaranya yang sangat keras.
“Bukan saya. Cucu saya yang mau tes pendengaran. Dia tidak mendengar.”
“Bayi ini?” sahut wanita itu dengan muka kaget dan tidak percaya. “Dia tidak dengar? Mana mungkin? Siapa yang bilang? Dia dengar kok, tadi saat kami bicara dia melihat ke arah kami!” ujarnya
“Dia dengar kok!” kata si wanita itu lagi meyakinkan.
Mama menjawab. “Iya, kadang kami juga merasa bahwa dia mendengar. Tapi dokter bilang dia tidak mendengar.”
Saya diam, tidak mengucapkan sepatah kata pun. Rasanya tidak ada energi lebih untuk sekadar berbasa-basi menanggapi wanita tua tadi. Gwen berada di pangkuan saya. Dia melihat ke sana kemari. Sambil sesekali menggumam, “M...mm .. m…. ng... ng….”
Dengan perasaan kacau, saya mempererat pelukan saya kepada Gwen.
“Nah, tuh dia lagi ajak bicara,” kata wanita itu lagi. “Dia dengar omongan kita kok!”

Saya menghela napas. Dalam hati, saya sangat berharap apa yang dia katakan benar. Di usia separuh baya wanita itu pasti sudah banyak pengalaman melihat perkembangan anak-anak.

To be continued...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar